Dulu sebelum ada UU No. 34 tahun 2014 tentang dana haji, ada Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2001 tentang Dana Abadi Umat. Sumber dana Abadi umat ini berasal dari bunga tabungan atau deposito dana haji yang terkumpul dari setoran calon jamaah haji yang belum berangkat. Penggunaan pendapatan bunga ini untuk keperluan pendidikan dan dakwah; kesehatan; sosial; ekonomi; pembangunan sarana dan prasarana ibadah; penyelenggaraan ibadah haji. Jadi yang dipakai hanya bunganya saja. Pokok tidak boleh.
Atas dasar Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2001, maka dana abadi haji itu jadi sumber bisnis rente bagi pengusaha yang ingin dapatkan uang mudah. Mari saya ilustrasikan sederhana bagaimana skema dapat uang mudah untuk bisnis.
Katakanlah anda punya proyek. Butuh dana Rp 100 miliar. Anda dekat dengan penguasa. Sehingga anda punya akses kepada pengelola dana haji. Anda bisa arahkan dana haji untuk placement (penempatan) pada bank yang di mana anda dapatkan kredit. Memang dana haji itu dijamin oleh deposito. Tidak ada kaitan dengan loan anda. Tetapi kalau anda pinjam uang Rp. 100 miliar ke bank dan anda bisa giring uang haji Rp. 1 triliun ke bank. Masalah kredit jadi mudah. Apalagi bunga bisa diatur (TST). Hampir semua konglo yang dekat dengan SBY pasti pernah menikmati deal ini.
Dari skema itu, semua stakeholder dana abadi haji kaya raya. Pengusaha, Anggota DPR, tokoh agama, ormas keagamaan. Mereka semua jadi channeling lobi dapatkan skema pembiayaan kredit murah meriah dan mudah. Tetapi apa yang terjadi? Ketika Jokowi masuk Istana, dia kaget. Karena dana haji yang terkumpul tidak lagi sesuai dengan biaya haji yang harus dikeluarkan. Pendapatan dari bunga dan deposito tidak bisa mengcover biaya haji. Malah jadi scheme ponzy. Ya gimana mau cover biaya. Lah bunganya TST (tahu sama tahu).
Masalah ini tidak bisa lagi diselesaikan oleh Presiden. Harus lewat politik. Maka keluarlah UU No. 34 tahun 2014. Tapi apakah setelah itu, bisa langsung diterapkan. Tidak mudah. Pasti ada perlawanan dari semua stakeholder yang sebelumnya menikmati rente dana haji. Lobi sana sini. Tapi jokowi santai saja. Dia bergeming. Butuh 4 tahun kemudian barulah keluar PP No. 5 /2018 yang memberikan mandat kepada BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) untuk mengelola keuangan haji.
Nah, dengan adanya PP itu maka skema subsidi dana haji bisa diterapkan.
Per Mei 2020 total dana haji Rp135 triliun dalam bentuk instrument investasi Rupiah dan valuta asing. Lewat skema investasi ini, dana haji tidak lagi rugi seperti sebelumnya. Malah untung dan jadi sumber subsidi menutup kekurangan ongkos haji.
Contoh tahun 2020 BPKH mampu mensubsidi kekurangan dana perjalanan haji sebesar Rp. 6,8 Triliun. Mengapa? lah, pendapatan dari investasi tahun 2019 mencapai Rp. 8 triliun. Itu berkat UU dan PP? Ya, investasi SUKUK dana haji di create pasti untung dan resiko dijamin negara. Dan itu hanya berlaku pada investasi dana haji, enggak berlaku bagi lembaga keuangan lain yang juga mengelola dana publik seperti dana pensiun. Smart cara mensubsidi tanpa perlu lewat APBN. Secara lambat namun pasti, kerugian dana haji sebelumnya bisa ditutupi. Tentu akan semakin cepat waktu tunggu keberangkatan haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar